Selasa, 28 Oktober 2014

Kedelai Impor Mahal, Kedelai Lokal Sepi Peminat.

Kepala Balai Pemulia Kedelai Muchlish Adie saat menunjukkan benih kedelai varietas baru di Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Kendalpayak, Malang, Jawa Timur, Jumat 27 Juli 2012. Varietas baru tersebut adalah persilangan kedelai jenis Davros dengan plasma nutfah 2984 yang diberi nama Kedelai Toleran Kekeringan dan diperkirakan akan dipasarkan akhir tahun 2012. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Mahalnya harga kedelai impor akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, tidak membuat permintaan kedelai lokal melonjak. Padahal harga kedelai lokal dibanderol lebih murah. Misalnya di distributor kelas menengah di Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah, harga kedelai lokal dibanderol Rp 6.600 per kilogram lebih murah dibandingkan kedelai impor yang dipatok Rp 7.900.

Sofi, pegawai di distributor Dele Mas, mengatakan alasan produsen tahu dan tempe enggan membeli kedelai lokal karena komoditas ini sulit diolah. "Prosesnya lebih lama," katanya saat ditemui Tempo, Senin, 22 September 2014. (Baca: Rupiah Melemah, Harga Tahu Tempe Terancam Naik)

Saat ini, mayoritas petani tengah panen raya di berbagai sentra penanaman kedelai membuat pasokan kedelai lokal membanjiri pasaran. Namun minat produsen tahu dan tempe membeli kedelai lokal tergolong rendah. Lesunya permintaan membuat pedagang kedelai tidak menyediakan kedelai lokal dalam jumlah besar.

Seorang distributor kedelai di Pasar Legi, Surakarta, Santoso mengatakan mengambil kedelai lokal dari Ngawi dan Madiun, Jawa Timur. Menurut dia, kedelai lokal masih dibutuhkan produsen tahun dan tempe sebagai campuran dengan kedelai impor. Komposisinya 1:5 untuk kedelai impor. Santoso menilai dari segi kualitas kedelai impor lebih banyak kotorannya. "Bercampur kerikil dan tanah liat," katanya.

Sumber:http://www.tempo.co/read/news/2014/09/22/092608836/kedelai-impor-mahal-kedelai-lokal-sepi-peminat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar